Sabtu, 11 Mei 2013

Rumah Binatang

Sabtu, 11 Maret 2013


Malam itu, Reisha kegerahan. Dia sudah berada di kamarnya di lantai atas rumahnya yang asri. Sebenarnya ini sudah memasuki musim penghujan, tapi entah kenapa hawanya gerah sekali. Tak seperti musim penghujan pada umumnya yang berhawa dingin.
Reisha menatap ke arah jendela kamarnya. Mama bilang, Reisha ga boleh membuka jendela, karena akan banyak nyamuk yang bakalan menyerang masuk. Tapi hawanya panas banget.
Gak papa deh… buka saja. Nanti kalau nyamuknya masuk, ya ntar bisa disuruh keluar lagi. Begitu pikir Reisha.

Maka dia beranjak dari tempat tidur, lalu berjalan ke arah jendela dan membukanya. Wahhh… udara segar segera masuk ke dalam. Ahhhh… Reisha menghela nafas lega. Dihirupnya udara banyak-banyak lalu dihembuskannya pelan-pelan. Udara yang masuk ke rongga dadanya seperti menyegarkan dari mulai kaki hingga otaknya.
Setelah puas menikmati udara segar yang akhirnya masuk ke kamarnya, Reisha mengamati jalan di depan rumah yang kelihatan dari jendela.
Hmm.. ada bapak penjual mie keliling yang membunyikan kentongannya dengan irama teratur. Tak berapa lama ada beberapa motor yang melintas perlahan. Dan oh… itu ada Tante Nira yang baru pulang dengan mobilnya. Setelah itu melintas pedagang ronde, jagung rebus dan juga seorang bapak yang menuntun gerobak sampah yang sudah kosong. Bapak itu sempat berhenti tepat di depan rumahnya, istirahat sebentar dan menyeka keringatnya.
Diamatinya satu persatu aktifitas yang terjadi di sana. Kemudian matanya mulai memandangi langit. Bintang. Banyak sekali. Ada yang besar, ada yang berkelap kelip. Tak sadar, tiba-tiba mulutnya menyanyikan sebait lagu yang sudah dihafalnya.
Bintang kecil… 
di langit yang tinggi… 
amat banyak… 
menghias angkasa… 
aku ingin.. 
terbang dan menari… 
jauh tinggi ke tempat kau berada…
Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Ternyata Papa.
“Lho, kamu kok belum tidur, sayang?”
“Itu Pa… Rei lagi lihat bintang.”
Papa mendekatinya lalu duduk di sampingnya di depan jendela.
“Bagus ya…”
Reisha mengangguk.
“Sudah diajarin belum tentang bintang di sekolah?”
“Terbuat dari helium dan hidrogen, kata Bu Midha. Tapi aku engga tau sih itu helium yang kayak apa dan hidrogen itu yang kayak gimana.”
Papa hanya tersenyum.
“Ada berapa banyak bintang? Pernah hitung ga?”
Reisha menggeleng.
“Ada 100 milyar bintang hanya di galaksi Bima Sakti. Itu galaksi di mana Bumi ini berada. Belum lagi yang ada di galaksi lain.”
Mulut Reisha ternganga.
“Waaahhhh… banyaknya… “
“Iya. Coba tebak, siapa yang membuat bintang-bintang itu?”
Reisha terdiam. “Tuhan…?”
Papa mengangguk. “Iya, Rei. Siapa lagi. Tuhan yang menciptakan bintang-bintang itu untuk menemani manusia menjelajah malam bersama bulan.”
Reisha menatap Papa, lalu matanya berpindah memandangi jalan yang ada di depan rumah.
“Kamu sudah lihat kan? Ada tukang mie, ada tukang jagung, ada tetangga yang baru pulang dari bekerja…”
“Iya, Pa. Tadi Rei juga lihat si Bapak Tukang Sampah itu jalan pulang sambil menarik gerobag sampah yang udah kosong. Capek sekali dia sepertinya. Kasihan, jam segini baru pulang.”
Papa tersenyum.
“Mereka semua punya bulan dan bintang yang dikirimkan Tuhan untuk menemani setiap malam mereka bekerja. Beruntung ya?”
Reisha menghela nafas.
“Lho, kenapa?” Papa heran.
“Aku pengen ditemani bintang sama bulan terus, Pa. Di sekolah, di rumah, di kamar, di rumah Dea, ke mall sama Mama.”
Papa tertawa kecil, lalu mengelus rambut Reisha yang panjang dan lembut.
“Buatlah permohonan.”
Reisha kembali menatap Papa dengan pandangan bertanya.
“Bulan dan bintang ciptaan Tuhan. Pasti mereka mau menyampaikan pesanmu pada Nya.”
Reisha tersenyum senang lalu memejamkan matanya dan berdoa dalam hati, bahwa dia ingin bintang dan bulan menjadi temannya. Lalu dia memeluk Papa.
“Ya sudah. Sudah larut. Sebaiknya kamu tidur. Besok sekolah. Nanti nyamuknya juga pada masuk, Mama bisa ngomel.”
Reisha dan Papa tertawa bersama.
Jendela pun ditutup. Reisha beranjak ke tempat tidur setelah Papa mengecup keningnya lama-lama. Lampu dimatikan.
Besoknya, Reisha pulang sekolah dengan ceria seperti biasanya. Ketika masuk ke rumahnya, dia terpana.
Ada banyak sekali bintang di sana. Setiap sudut rumah dipenuhi dengan bintang. Ruang depan, ruang makan, bahkan teras belakang. Reisha berlari ke atas, ke arah kamarnya. Kamarnya juga dipenuhi dengan bintang! Bintang di mana-mana!!!
Yah, maksudnya sih bukan bintang yang sebenarnya. Bintang-bintang itu terbuat dari kertas emas warna warni, digantungkan ke langit-langit dengan senar tipis yang hampir tak terlihat. Mereka berkelap kelip menakjubkan.
Reisha berlari ke sana kemari ke setiap ruangan di rumah sambil menatap bintang-bintang itu seperti tersihir. Tiba-tiba Mama muncul di belakangnya sambil senyum-senyum.
“Mamaaa… ini apa?”
“Selamat ulang tahun, sayang…”
“Mamaaa…!! Kirain pada lupa sama ulang tahunku!”
Reisha menghambur ke pelukan Mama. Mama lantas memeluknya erat seperti tak ingin melepas lagi.
“Hahahaha… mana mungkin Papa Mama lupa, sayang. Kamu adalah berkat yang paling indah yang diberikan Tuhan pada kami.”
“Mamaaaa…” Reisha memeluk Mama eratttt sekali.
“Terus, yang bikin bintang-bintang ini siapa, Ma?”
“Mama sama Papa. Hahahaha.. Tadi pagi subuh, Papa cerita tentang keinginanmu semalam. Jadi Mama dan Papa lalu punya ide untuk membuat ini untukmu.”
Mama mengeluarkan sesuatu dari saku dasternya.
“Dan bintang yang ini akan menemanimu kemana pun kamu pergi.”
Ternyata sebuah bros cantik berbentuk bintang. Terbuat dari kaca dan kalau kau arahkan ke arah lampu atau sinar matahari, dia akan memendarkan sinar yang warna warni. Cantik sekali!
Mama memasangkan bros itu di baju Reisha.
“Makasih, Mama…” Reisha mencium Mama dengan sayang. “Lhah… terus Papa di mana sekarang?”
“Ya masih di kantor dong. Tadi habis memasang semua bintang ini, Papa langsung ke kantor, seperti biasa.”
“Rei mau telpon Papa!”
… dan Reisha pun berlari ke telepon diiringi senyum Mama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar