Jumat, 10 Mei 2013

Rino dan Papan Kayu Ayah

Sabtu, 11 Maret 2013


Suatu hari, Rino sedang asyik bermain dengan mobil-mobilan dari kayu kesayangannya, lalu tiba-tiba Ayah memanggilnya, “Rino sayang, kemari Nak.” Rino pun beranjak dengan malas mendekati Ayahnya. 
“Ada apa Ayah?” 
“Sini, duduk disamping Ayah.” Rino lalu duduk disamping Ayahnya.

“Anak baik,” ucap Ayah Rino sambil mengelus kepalanya. “Kamu marah lagi sama Bunda?”
“Iya, Ayah,” jawab Rino.
“Kamu seharusnya tidak berbuat seperti itu, Nak. Itu perbuatan yang tidak baik,” ucap Ayah lembut.
“Habis Rino kesal, Ayah!”
“Tapi kesal tidak harus dengan marah, ‘kan? Kemarin kamu bertengkar dengan Kak Bobby, lalu di sekolah kamu juga memarahi Lia dan membuat dia menangis. Harusnya tidak boleh seperti itu, Rino ‘kan anak Ayah yang baik..”
“Mereka semua menyebalkan! Tidak mau mengerti Rino!” ucap Rino.
“Aduh, anak Ayah yang pintar ini kok sering marah sih? Nanti teman-teman bisa menjauhi Rino lho. Rino mau dimusuhi?”
“Tidak, Ayah. Nanti dengan siapa Rino bermain?” jawab Rino sedih.
“Nah, ini baru anak Ayah! Begini saja Nak, setiap Rino habis memarahi orang lain, kamu tancapkan paku di papan ini! Tunjukkan lagi pada Ayah satu minggu lagi.” Tukas Ayah sambil memberikan sebuah papan kayu.
“Baik, Ayah.”
Satu minggu kemudian, Rino kembali membawa papan kayu itu untuk ditunjukkan pada Ayahnya. Papan itu kini telah penuh dengan paku yang ditancapkan.
“Ayah, ini papan yang kemarin.”
“Nah, sekarang selama satu minggu kedepan Rino harus berusaha untuk menahan marah pada orang lain, bersabar dan memaafkannya. Setiap kali Rino berhasil, cabut satu paku dari papan itu.”
“Ya, Ayah. Rino akan mencoba.”
Hari demi hari berlalu, satu minggu kemudian Rino kembali menunjukkan papan itu pada Ayahnya.
“Ayah, semua paku sudah tercabut, tapi papan ini jadi penuh bekas lubang..”
“Nak, seperti itulah perasaan orang yang kamu marahi, meskipun kamu meminta maaf, mereka pasti masih memiliki lubang yang tidak bisa dikembalikan seperti sediakala. Sama seperti lubang di papan itu,” jawab Ayah Rino lembut.
“Begitu ya, Ayah? Rino menyesal sekali sudah menyakiti orang lain,” gumam Rino sedih.
“Mulai hari ini, Rino harus berubah, ya? Tidak boleh marah-marah lagi dan membuat orang lain sedih. Janji?”
“Ayah, Rino janji mulai hari ini, tidak akan buat Bunda dan Ayah kecewa lagi.”
“Itu baru anak Ayah yang hebat dan berani! Ayah bangga sekali!” ucap Ayah sambil memeluk Rino.
Sejak saat itu, Rino tidak pernah menyakiti orang lain lagi dan menjadi anak yang baik, sehingga papan kayu yang diberikan Ayah pun selalu bersih tanpa paku dan bekas lubang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar