Minggu, 05 Mei 2013

Poni Ingin Menjadi Sembrani

Penulis: David Solafide (Alm) dan Tytiek Widyantari |Editor: Edi Kusumawati
Poni, seekor kuda kecil, sedang bersedih. Pagi itu, dia tidak menghabiskan makanannya. Wajahnya murung. Beberapa kali dia menghela napas panjang. Pipit, temannya, memperhatikan tingkah laku Poni. Pipit heran. Poni biasanya selalu menghabiskan makanannya. Poni selalu riang gembira, tidak pernah berwajah murung. Akan tetapi pagi itu Poni bersikap aneh. “Kawanku, Poni. Kenapa pagi ini kamu kelihatan sangat bersedih?” Pipit terpaksa bertanya. “Aku ingin menjadi sembrani.” jawab Poni.
“Sembrani? Kamu ingin menjadi sembrani si kuda terbang?” tanya Pipit heran. Pipit ingin tertawa mengetahui keinginan Poni. Mustahil bagi seekor kuda Poni untuk menjadi seekor sembrani atau kuda terbang.  Melihat wajah Poni yang sangat serius, Pipit berusaha menahan tawa.
“Kamu juga tidak setuju kalau aku menjadi sembrani?” tanya Poni.
“Bukan setuju atau tidak,” jawab Pipit. “Tetapi, aku ingin tahu kenapa kamu sangat ingin menjadi sembrani?”
“Supaya aku bisa menolong banyak orang. Aku ingin menjadi berguna bagi orang lain. Aku akan sangat bahagia jika aku bisa menolong banyak orang. Kalau aku bisa terbang seperti sembrani, akan lebih mudah bagiku untuk menolong orang.” jawab Poni.
“Mulia juga keinginanmu itu.” kata Pipit, si burung kecil. “Tetapi, untuk menjadi seekor sembrani bukan hal yang mudah, bahkan mustahil menurutku. Bagaimana kalau kita menemui Kakek Rungtu, mungkin beliau bisa memberi petunjuk.”
Poni menyetujui usul Pipit, sahabatnya. Kakek Rungtu adalah seekor burung hantu yang terkenal sangat arif dan bijaksana. Poni dan Pipit pergi untuk menemui Kakek Rungtu yang tinggal di tepi hutan.
Burung hantu yang bijaksana itu menanyakan alasan Poni dan Pipit datang ke tempat tinggalnya. Poni menjelaskan keinginannya untuk menjadi kuda terbang supaya dia bisa menolong banyak orang.
“Niatmu itu sungguh baik,” kata Kakek Rungtu kepada Poni. “Hanya ada satu cara agar kamu bisa menjadi sembrani, si kuda terbang. Apakah kamu sanggup melakukannya?” tanya Kakek Rungtu.
“Aku sanggup, Kek. Bagaimanakah cara untuk menjadi sembrani itu?” jawab Poni bersemangat.
“Hmm,” kakek Rungtu berdiam sejenak. Pipit yang sedari tadi hanya menjadi pendengar, kini menjadi gelisah. Dia kuatir syarat untuk menjadi sembrani akan sangat berat sehingga Poni, sahabatnya itu, tidak kuat menjalaninya. Sahabatnya akan menjadi kecewa dan putus asa.
“Begini,” kakek Rungtu membuka suara. “Seekor kuda poni akan bisa menjadi seekor sembrani si kuda terbang jika dia melakukan seribu perbuatan baik tanpa mengeluh atau mengomel. Apakah kamu sanggup?”
“Sanggup! Aku sanggup melakukan seribu perbuatan baik!” jawab Poni.
“Tanpa mengeluh atau mengomel!” tambah kakek Rungtu.

Sepulang dari tempat kediaman Kakek Rungtu, Poni melihat seorang petani yang tidak bisa membajak sawahnya karena sapinya sakit. Poni mendekati sang petani dan menawarkan bantuan. Petani itu sangat senang. Poni menarik bajak petani itu. Mereka membajak sawah itu hingga selesai.
“Terima kasih, Poni. Hari ini kamu sudah sangat membantu.” kata sang petani.
 
Poni merasa senang karena dia telah melakukan satu perbuatan baik, tanpa mengomel atau mengeluh. Keesokan harinya, Poni menolong seorang ibu tua menyeberangi sungai. Ibu itu sangat berterima kasih kepadanya.
 
“Apa yang bisa aku berikan sebagai ucapan terima kasihku?” tanya ibu tua itu.
“Poni ingin menjadi sembrani. Doakan ya agar keinginannya bisa tercapai,” jawab Pipit yang selalu setia menemani Poni kemanapun dia pergi.
 
“Baiklah,” jawab ibu tua. “Semoga Yang Kuasa mengabulkan keinginanmu.”
 
Berita tentang Poni yang ingin menjadi sembrani itu menyebar ke seluruh desa dan ke desa-desa sekitarnya. Setiap kali Poni menolong seseorang, orang itu selalu mendoakan agar keinginan Poni dikabulkan oleh Yang Kuasa. Poni merasa bahagia karena dia bisa menolong banyak orang.
 
Poni menghitung seberapa banyak perbuatan baik yang dia telah lakukan. Lama kelamaan Poni menjadi lupa dan malas untuk menghitungnya. Dia merasa sangat berbahagia karena dia bisa berguna bagi orang lain. Dia tidak perduli lagi seberapa banyak perbuatan baik yang telah dia lakukan. Dia tidak perduli lagi apakah dia seekor kuda poni biasa ataukah dia seekor kuda terbang. Dia tidak perduli lagi dengan keinginannya untuk menjadi seekor sembrani.

***
Pesan moral:
Untuk bisa berguna bagi orang lain, seseorang tidak perlu menunggu sampai dia menjadi seorang ‘manusia super’. Kita bisa berguna bagi orang lain dengan apa adanya kita.

2 komentar: