Sabtu, 11 Mei 2013

Kisah Si Pink

Sabtu, 11 Maret 2013


Aku adalah sebuah baju hangat yang cantik. Warnaku merah jambu, atau pink, kalau mereka bilang. Ada bordir lukisan bunga-bunga di ujung, dan tulisan "Pretty Princess" di bagian dada sebelah kiri. Kainku tebal karena aku memang dibuat untuk dipakai ketika cuaca atau hawanya dingin, agar majikanku merasa hangat. Aku sudah satu bulan menghiasi etalase sebuah toko yang khusus menjual baju anak-anak. Pemilik toko memakaikanku pada boneka pajangannya, bersama dengan si Blus biru muda dan si Rok Mini yang juga berwarna biru muda.
Suatu hari, sepasang kakek dan nenek membeliku. Lalu aku dimasukkannya ke dalam kotak dan dibungkus dengan kertas kado warna warni. Tak lupa juga diberi pita. Bersamaku ada sebuah kertas yang bertuliskan "Selamat Ulang Tahun ke-5 Andrea. Semoga tambah pinter, tambah rajin dan menurut yah sama Mama Papa."
Tak berapa lama, ada tangan-tangan mungil merobek kertas kado dan kardus pembungkusku. Ternyata seorang gadis kecil berparas manis. Pastilah dia Andrea, majikan baruku. Matanya berbinar saat melihatku.
"Bagus banget. Makasih, Kakek! Makasih, Nenek!" kata Andrea seraya menghambur dan memeluk Kakek dan Neneknya.
Aku melihat banyak kado di sekeliling kamarnya ini. Tapi tampaknya akulah yang paling dia sukai. Berkali-kali dia memeluk dan menciumiku. Berkali-kali juga dia mencobaku. Sedikit kebesaran sepertinya, tapi kurasa 5 atau 6 bulan lagi, pasti aku sudah pas di badannya.
Keesokan paginya, Andrea mengajakku jalan-jalan. Waaaahhh... ternyata di sini hawanya memang dingiiiiin sekali, dan kulihat Andrea memang punya beberapa baju hangat yang lain. Tapi mereka agak lebih kecil daripadaku, dan sepertinya akulah yang paling cantik di antara mereka. Hahahahaha... bukannya mau sombong sih, tapi bordir yang menghiasi badanku paling cerah dan halus di antara mereka.
Setelah berjalan menyusuri kebuh teh, Andrea tiba di sebuah gubuk kecil. Dinding rumahnya terbuat dari kayu dan anyaman bambu, sehingga angin yang dingin gampang sekali masuk.
"Permisiiii... Reni ada, Bu?" tanya Andrea kepada seorang ibu setengah baya yang sedang memilihi daun-daun sawi di dapur.
Gubuk ini kecil sekali, sehingga kalau kau masuk pun, kau akan langsung bisa melihat dapur.
"Ada, tapi sedang sakit. Masuk saja, Andrea. Itu dia sedang tiduran di kamar." sahut ibu itu.
Andrea segera masuk ke kamar. Ada seorang gadis manis lain yang sedang berbaring di atas bale-bale dan dia meringkuk di balik selimut tipis. Mukanya pucat, dan nafasnya terdengar sangat berat.
"Reni, kamu kenapa?" Ada nada kekhawatiran dalam pertanyaan Andrea. Aku maklum. Pasti Andrea merasa kasihan akan keadaan Reni.
"Aku kedinginan, Andrea. Setiap kali kena angin dingin, nafasku sesak. Aku hampir tak bisa bernafas. Maaf ya, kemaren aku enggak bisa datang ke ultahmu."
Andrea tersenyum. "Ga papa, Reni..." lalu mereka mengobrol dengan akrab.
Tak lama, Andrea pamit karena takut mengganggu istirahat Reni. Di perjalanan, Andrea terlihat sedih sekali padahal ketika berangkat tadi dia begitu ceria.
Sesampainya di rumah, dilepaskannya aku. Lalu aku dilipat dengan rapi dan dipeluk lamaaaaa... sekali, sambil sesekali dicuaminya.Lalu diambilnya kertas kado, dan aku pun dibungkusnya dengan rapi. Ahhh... aku tahu apa yang akan dilakukan Andrea. Dia pasti ingin menolong Reni dengan menghadiahkan aku padanya. Karena tubuh Reni lebih besar dan tinggi daripada Andrea, sehingga tidak akan muat di baju-baju hangat Andrea yang lain.
Tak berapa lama ada tangan-tangan mungil lain membuka kertas pembungkusku. Betul dugaanku. Reni! Seperti juga ketika Andrea pertama kali melihatku, mata Reni juga berbinar ceria setengah tak percaya.
"Andrea! Ini kan baju hangat cantik yang tadi kamu pakai..."
"Iya. Kamu lebih membutuhkannya daripada aku. Baju hangatku yang lain sih banyak, tapi pasti ga akan muat untukmu. Jadi yang ini untukmu saja..." jawab Andrea sambil tersenyum.
"Terima kasih, Andrea. Kamu sungguh teman yang baik," kata Reni sambil memeluk Andrea erat-erat.
Andrea tersenyum lebar. Matanya juga berbinar. Malah lebih berbinar ketimbang ketika pertama kali memilikiku.
Ah, aku tau. Dia merasakan bahwa berbagi itu jauh lebih membahagiakan daripada memiliki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar