Alkisah di Kota Colmar, Perancis, tinggallah dua orang anak
perempuan yang terkenal dengan julukan Si Cantik dan Si Bungkuk. Kota Colmar
dikenal sebagai kota yang indah di Eropa, dengan taman yang indah, air mancur,
kanal-kanal dan bangunan rumah yang berwarna warni. Si Cantik dan Si Bungkuk
tinggal di salah satu rumah bertingkat yang indah dan warna warni.
Si Cantik, Elaine, adalah putri dari Bibi Adele, pengurus
rumah Tuan Phillips, orangtua dari
Clarisse, Si Bungkuk. Sejak kecil, Elaine sudah tinggal di rumah
Clarisse. Salah satu syarat yang diberikan Bibi Adele saat Tuan Phillips
memintanya bekerja sebagai pengurus rumah adalah membawa Elaine tinggal bersama
di rumah Tuan Phillips.
“Clarisse, kenalkan ini Elaine, anak Bibi Adele yang akan
bekerja di rumah kita. Elaine akan menjadi temanmu bermain,” ucap Tuan
Phillips.
Dengan malu-malu, Clarisse mengajak Elaine berkenalan, namun
ia kebingungan karena Elaine hanya diam saja. Ketika Bibi Adele berbisik,
barulah Elaine mengulurkan tangannya.
“Elaine tak bisa melihat sejak lahir,” jelas Tuan Phillips.
“Mulai saat ini ia akan tinggal bersama kita.”
Clarisse sangat senang mendapat teman baru. Meski
orangtuanya kaya raya, anak-anak yang tinggal di dekat rumahnya tak ada yang
mau berteman dengannya. Mereka selalu mengejek Clarisse karena badannya yang
bungkuk.
“Lihat itu Si Cantik dan Si Bungkuk. Pertemanan yang aneh,
yang satu cantik tapi buta, yang satu kaya tapi bungkuk, hahaha,” ejek
anak-anak Kota Colmar saat melihat Elaine dan Clarisse yang sedang bermain di
taman air mancur.
Sejak Elaine tinggal di rumahnya, Clarisse merasa sangat
bahagia. Mereka pun tak terpisahkan. Clarisse senang ada teman, sedangkan
Elaine menganggap Clarisse bisa menjadi mata untuk melihat keindahan dunia.
Si Bungkuk dan Si Cantik sering bermain-main di taman kota
yang indah. Di tempat itu, mereka bebas bermain dan tertawa riang tanpa
gangguan anak-anak lain yang suka usil jika melihat mereka.
“Apa kabar bunga-bungaku yang cantik?” Sapa Elaine. Wangi
bunga menerpa hidung mereka berdua. Dari wangi itulah Elaine menandakan kalau
bunga-bunga itu cantik dan indah. Si Bungkuk tersenyum mendengar perkataan Si
Cantik.
“Ada orang datang,” kata Si Bungkuk saat melihat seorang
nenek berjalan memasuki taman. Seakan melihat, Si Cantik menatap kearah yang
sama. Mereka pun memperhatikan gerak gerik si nenek.
“Dia sepertinya sedang mencari-cari sesuatu,” Si Bungkuk
menjelaskan sambil berbisik.
Si Cantik mengangguk. Ia merasa tangannya dilepaskan Si
Bungkuk. Rupanya Si Bungkuk menghampiri nenek itu, duga Si Cantik.
“Sedang cari apa, Nek?” Tanya Si Bungkuk.
“Sepertinya biolaku tertinggal di sini, tapi kucari-cari tak
ada,” Si Nenek menjelaskan.
Si Bungkuk ikut mencari. Ia pun berkeliling taman, berharap
menemukan biola si nenek.
“Apa kau sudah coba mencari di balik rimbunan bunga mawar?”
Tanya si Cantik.
“Nenek itu sudah mencari di sana, namun tak ada.”
“Mungkin si nenek mencari di bagian yang terlihat saja,
belum masuk ke rimbunannya,” ujar Si Cantik.
Si Bungkuk pun menuruti saran Si Cantik. Agak susah juga
mencari dalam kerimbunan bunga mawar, beberapa kali Si Bungkuk tertusuk duri
mawar. “Jangan-jangan, Elaine berbakat jadi dukun,” ucap Si Bungkuk dalam hati,
ketika ia berhasil menemukan biola si nenek.
Melihat biolanya, Si Nenek tertawa bahagia, tak henti-henti
ia mengucapkan terima kasih kepada Si Bungkuk. Dengan rendah hati, Si Bungkuk
mengatakan kalau Si Cantiklah yang menemukan biola tersebut.
Mereka bertiga pun asyik bercerita. Si Nenek kagum dengan
persahabatan mereka.
“Sebagai tanda terima kasih, aku akan memberikan kalian
ramuan ajaib milik keluargaku,” kata Si Nenek.
“Ramuan ajaib?” Mereka bertanya serentak.
Si Nenek mengangguk. Ia lalu mengeluarkan sebuah botol kecil
dari dalam tasnya. Dan menyodorkan botol tersebut ke tangan Si Cantik. Penasaran, Si Cantik meraba-raba
botol tersebut. Si Bungkuk pun begitu.
“Ramuan ini bisa menyembuhkan berbagai penyakit, termasuk
membuat mata yang buta menjadi sembuh,” jelas Si Nenek.
“Bisa menyembuhkan segala macam penyakit, Nek?” Tanya Si
Bungkuk penasaran.
“Tapi sayangnya ramuan ini hanya untuk satu orang saja,”
ujar Si Nenek.
Si Nenek kemudian berpamitan untuk pulang. Si Bungkuk dan Si
Cantik penasaran dengan isi botol tersebut. “Kalau aku yang minum, Si Bungkuk
pasti ingin minum juga,” ucap Si Cantik dalam hati.
“Kalau ramuan itu diminum berdua, apa bisa menyembuhkan
kami?” pikir Si Bungkuk. “Tadi si Nenek bilang ramuan itu hanya untuk satu
orang, harus gimana ini.”
Si Cantik dan Si Bungkuk terdiam dalam pikiran
masing-masing. Mereka berdua ingin meminum ramuan tersebut dan ingin
kesembuhan.
Si Bungkuk memandang Si Cantik. Merasa ditatap, Si Cantik
balas memandang.
“Kamu minumlah,” serentak mereka berdua berkata.
Mereka pun saling menyuruh, memaksa sahabatnya untuk meminum
ramuan tersebut.
“Kamu saja yang minum, supaya tubuhmu tegap dan kuat membawa
aku pergi ke mana saja,” bujuk Si Cantik.
“Tidak, kamu saja yang minum agar matamu dapat melihat,”
balas Si Bungkuk.
Si Cantik menyodorkan ramuan di tangannya. Si Bungkuk
menolak dan memaksa Si Cantik meminumnya. Si Cantik menolak. Terdesak, Si
Bungkuk pun mengambil ramuan tersebut. Ia membuka tutup botol, lalu meminumnya.
Si Cantik terdiam.
Si Bungkuk kemudian menyerahkan ramuan yang sudah
diminumnya. “Minumlah, masih ada setengah. Aku tidak mau meminumnya sendiri.”
“Kenapa begitu, kalau kita minum berdua tak akan berhasil,”
tolak Si Cantik.
“Dari pada kehilangan sahabat, lebih baik aku tidak sembuh,”
jelas Si Bungkuk.
Si Cantik pun akhirnya meminum ramuan tersebut. Si Bungkuk
lalu berdiri. Ia merasa ada yang aneh. Si Cantik terpana. Seberkas sinar
menusuk matanya. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya. “Clarisse, aku bisa melihat, aku bisa melihat,”
seru Si Cantik sambil tertawa bahagia.
“Aku juga tidak bungkuk lagi, Elaine. Lihat aku,” balas
Clarisse.
Mereka lalu berpelukan, tertawa bahagia. Mereka tak
menyangka kalau ramuan tersebut berhasil menyembuhkan mereka. Jika saja hanya
satu orang yang meminum, bisa saja ramuan tersebut tidak berguna. Persahabatan
lebih indah dari pada sebotol ramuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar