Sabtu, 11 Maret 2013
Suatu hari, Rino sedang asyik bermain dengan mobil-mobilan dari kayu
kesayangannya, lalu tiba-tiba Ayah memanggilnya, “Rino sayang, kemari
Nak.” Rino pun beranjak dengan malas mendekati Ayahnya.
“Ada apa Ayah?”
“Sini, duduk disamping Ayah.” Rino lalu duduk disamping Ayahnya.
“Anak baik,” ucap Ayah Rino sambil mengelus kepalanya. “Kamu marah lagi sama Bunda?”
“Iya, Ayah,” jawab Rino.
“Kamu seharusnya tidak berbuat seperti itu, Nak. Itu perbuatan yang tidak baik,” ucap Ayah lembut.
“Habis Rino kesal, Ayah!”
“Tapi kesal tidak harus dengan marah, ‘kan? Kemarin kamu bertengkar
dengan Kak Bobby, lalu di sekolah kamu juga memarahi Lia dan membuat dia
menangis. Harusnya tidak boleh seperti itu, Rino ‘kan anak Ayah yang
baik..”
“Mereka semua menyebalkan! Tidak mau mengerti Rino!” ucap Rino.
“Aduh, anak Ayah yang pintar ini kok sering marah sih? Nanti teman-teman bisa menjauhi Rino lho. Rino mau dimusuhi?”
“Tidak, Ayah. Nanti dengan siapa Rino bermain?” jawab Rino sedih.
“Nah, ini baru anak Ayah! Begini saja Nak, setiap Rino habis memarahi
orang lain, kamu tancapkan paku di papan ini! Tunjukkan lagi pada Ayah
satu minggu lagi.” Tukas Ayah sambil memberikan sebuah papan kayu.
“Baik, Ayah.”
Satu minggu kemudian, Rino kembali membawa papan kayu itu untuk
ditunjukkan pada Ayahnya. Papan itu kini telah penuh dengan paku yang
ditancapkan.
“Ayah, ini papan yang kemarin.”
“Nah, sekarang selama satu minggu kedepan Rino harus berusaha untuk
menahan marah pada orang lain, bersabar dan memaafkannya. Setiap kali
Rino berhasil, cabut satu paku dari papan itu.”
“Ya, Ayah. Rino akan mencoba.”
Hari demi hari berlalu, satu minggu kemudian Rino kembali menunjukkan papan itu pada Ayahnya.
“Ayah, semua paku sudah tercabut, tapi papan ini jadi penuh bekas lubang..”
“Nak, seperti itulah perasaan orang yang kamu marahi, meskipun kamu
meminta maaf, mereka pasti masih memiliki lubang yang tidak bisa
dikembalikan seperti sediakala. Sama seperti lubang di papan itu,” jawab
Ayah Rino lembut.
“Begitu ya, Ayah? Rino menyesal sekali sudah menyakiti orang lain,” gumam Rino sedih.
“Mulai hari ini, Rino harus berubah, ya? Tidak boleh marah-marah lagi dan membuat orang lain sedih. Janji?”
“Ayah, Rino janji mulai hari ini, tidak akan buat Bunda dan Ayah kecewa lagi.”
“Itu baru anak Ayah yang hebat dan berani! Ayah bangga sekali!” ucap Ayah sambil memeluk Rino.
Sejak saat itu, Rino tidak pernah menyakiti orang lain lagi dan menjadi
anak yang baik, sehingga papan kayu yang diberikan Ayah pun selalu
bersih tanpa paku dan bekas lubang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar