Pagi yang cerah, ombak bergantian bergulung menuju tepian laut menyentuh daratan. Sayang sekali, di dunia bawah laut, suasana sedang murung. Mama dan Papa Hiu sedang bersedih hati dan gundah gulana. Anak bungsu kesayangan mereka, Pipo si anak hiu sedang sakit. Kemarin Pipo bermain-main di terumbu karang dekat pantai, karena sedang asyik bermain, Pipo tidak menyadari ada jebakan nelayan yang dipasang di dekat terumbu karang. Akibatnya sirip Pipo terluka, untung saja Pipo ditolong oleh Dexa si gurita, sehingga dapat melepaskan diri dari jebakan nelayan dan kembali pulang ke rumah.
Pipo
hanya duduk-duduk di kamarnya, sekali-kali dibalasnya sapaan dari
teman-temannya, segerombol ikan sarden yang sedang asyik bermain ombak laut. Tak
lama kemudian, ditutupnya korden di jendela kamarnya, lalu Pipo menjatuhkan diri
di kasurnya yang empuk, meskipun matanya tidak mengantuk.
Sudah
genap seminggu, Pipo hanya mondar mandir di kamarnya. Papa dan Mama Hiu sudah
berkali-kali membujuknya untuk keluar rumah, tapi Pipo malu. Karena luka di
siripnya, Pipo tak lagi bisa berenang dengan cekatan, padahal dahulu dia adalah
salah satu ikan yang berenang paling cepat.
“Apa
nanti kata teman-teman, ketika melihat aku berenang mirip nenek paus, pelan dan
lamban,” batinnya sedih.
Berkali-kali
pula ajakan di Dexa gurita, maupun Tiko si cumi untuk duduk-duduk di terumbu
karang dekat rumah ditolaknya.
****
Sore
hari telah tiba, Mama Hiu sedang sibuk menyiapkan hidangan makan malam.
“Pipo... bangun nak, mandilah dulu, lalu kita makan malam sama-sama,” panggil mama
Hiu dari ruang makan.
Pipo
menggeliatkan badannya. Ah tadi sepanjang hari, Pipo tidak sedetik pun
memejamkan mata. Hanya saja, badannya terasa agak letih dan lesu, mungkin benar
kata Papa, karena Pipo kurang bergerak. Pipo membuka pintu kamarnya, Mama dan
Papa sedang asyik mengobrol.
“Iya,
kasihan ya mamanya Dexa, padahal uang itu akan digunakan untuk membayar uang
kuliah kakak Dexa di laut seberang.”
“Ya,
bagaimana lagi, namanya juga musibah Ma.” Tambah Papa.
“Ada
apa sih Pa?” tanya Pipo penasaran, sambil mencomot ganggang goreng di meja
makan.
“Makanya
kamu jangan di kamar terus, Mama Dexa sedang mengalami musibah, dompetnya
hilang, waktu perjalanan dari terumbu karang tepi kota. Semua sudah membantu
mencari tapi tidak ditemukan.”
Pipo
terdiam, teringat kemarin saat dia terkena jebakan nelayan. Dexa menolongnya
dengan sekuat tenaga, agar mereka segera bebas dan kembali kerumah.
Sehabis
makan, Pipo menyelinap ke luar rumah. Suasana sudah gelap, beberapa rumah sudah
berangsur sepi. Pipo berenang pelan ke ujung deretan rumah – rumah terumbu
karang tempat tinggalnya. Di sebuah rumah mungil, Pipo berhenti, lalu mengetuk
pelan pintu rumah itu.
“Ul... Ulle.... ini aku Pipo,” suara berderit dari daun pintu yang terbuka
menyambut panggilan Pipo, dan menyembullah ubur-ubur cahaya dari balik pintu
rumah.
“Eh
Pipo... kamu sudah sembuh ya?” sahut Ulle gembira.
“Ada
apa malam-malam kemari?”
Pipo
berbisik di telinga Ulle, lalu Ulle mengangguk-ngangguk tanda mengerti. Tak
berapa lama mereka berdua berenang beriringan ke suatu tempat.
“Eh... enak juga ya, kamu berenangnya pelan, jadi aku tidak melulu ketinggalan.”
Seloroh Ulle.
Pipo
tertawa, tawa pertama sejak kecelakaan itu terjadi. Ternyata, ada juga yang
merasa diuntungkan karena dia bisa berenang dengan pelan.
Ternyata
Pipo dan Ulle menelusuri rute perjalanan mama Dexa, di sepanjang terumbu karang
tepi kota. Berdua mereka dengan tekun menyisir tepian terumbu, dengan dibantu
cahaya dari Ulle si ubur-ubur, Pipo memeriksa setiap sudut yang ada di
sepanjang terumbu. Karena siripnya belum pulih benar, Pipo harus berenang
pelan-pelan, justru itulah yang memudahkan Pipo untuk memeriksa dengan teliti
setiap sudut terumbu. Ulle melenggang dengan genit di depan Pipo. Sambil
sekali-kali bergaya ala penari kabaret, membuat Pipo tertawa terbahak-bahak.
“Ulle
... Lihat!” Pipo berteriak kegirangan demi melihat sebuah dompet di pojok
terumbu, di bawah ganggang yang sedang tertidur dengan pulas.
Pelan-pelan
Pipo mengambil dompet itu, memeriksa isinya lalu mereka berdua berenang pulang
dengan hati riang gembira.
****
“Pipo... terimakasih ya nak.” Mama Dexa memeluk Pipo dengan mata berkaca-kaca. Malam
itu rumah Pipo ramai sekali. Semua warga berkumpul, Dexa dengan riang
berkali-kali membanggakan Pipo dan Ulle yang telah menolong mamanya.
Pipo
gembira, benar kata Papa, ketika ada keadaan yang tidak diinginkan, jangan
terlalu banyak mengeluh. Karena dalam keadaan apapun, ketika kita mau berusaha,
kita bisa bermanfaat bagi sesama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar